RSS

Validasi Metode Analisis dan Verifikasinya secara HPLC

02 Jan

Validasi dan Verifikasi
ISO, IUPAC dan AOAC International bekerja bersama-sama untuk membuat kesepakatan protokol dan panduan desain, pelaksanaan dan interpretasi studi kinerja metode. Terdapat setidaknya enam buah protokol validasi metode yang dikeluarkan oleh berbagai badan, yaitu:
a. Protokol metode analisis kimia yang dikeluarkan oleh Nordic Commitee on Food Analysis (NKML)
b. Panduan Umum Laboratorium yang dikeluarkan oleh EURACHEM, sebuah badan di bawah Departemen Perindustrian dan Perdagangan negara Inggris.
c. Kuliah singkat Perancangan Validasi metode yang dikeluarkan oleh AOAC International.
d. Panduan Validasi Metode dari Inspektorat Perlindungan kesehatan negara Belanda.
e. Panduan Jaminan Mutu Analisis yang dikeluarkan oleh Asosiasi Analis Publik negara Inggris
f. Panduan Kesesuaian Tujuan Metode Analisis dari grup kerja EURACHEM.Berbagai definisi mengenai validasi metode dikemukakan, diantaranya sebagai berikut:
a. Menurut SNI 19-17025-2000, validasi metode adalah konfirmasi pengujian dan pengadaan bukti yang objektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud khusus dipenuhi.
b. Menurut Wood et al., 1998, validasi metode adalah proses penetapan kesesuaian sistem pengukuran untuk dapat memberikan data analisis yang berguna.
c. Menurut Horwitz, 2002, validasi metode adalah proses pendemonstrasian dan konfirmasi kinerja khusus metode analisis sebagai fungsi mutu dan pengukuran statistik pada kondisi operasi yang ditentukan.

Dari ketiga definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa validasi mengandung parameter konfirmasi secara pengujian terhadap suatu metode sehingga dapat melengkapi bukti-bukti untuk menyatakan kesesuaian metode terhadap persyaratan dan tujuan yang telah ditentukan.
Pada pelaksanaannya terdapat beberapa metode yang harus divalidasi di laboratorium sebelum digunakan sebagai metode dalam analisis rutin, yaitu:
a. Metode non standar
b. Metode yang didesain atau dikembangkan oleh laboratorium
c. Metode standar yang digunakan di luar rentang yang ditentukan
d. Metode standar yang mengalami modifikasi

Verifikasi dilakukan terhadap suatu metode setelah metode tersebut mengalami validasi. Menurut Wood et al, 1998, verifikasi adalah proses pembuktian bahwa laboratorium uji mampu mendemonstrasikan bahwa metode analisis yang digunakan memiliki kelayakan kinerja untuk melakukan sebuah penetapan rutin sesuai dengan karakteristik kinerja metode. Hal ini mensyaratkan dilakukannya pengujian terhadap parameter kinerja metode misalnya presisi dan akurasi.
Validasi atau verifikasi harus selalu dilakukan sebelum menggunakan metode baru sebagai metode untuk analisis rutin. Pengulangan perlu dilakukan jika dalam tahapan analisis terindikasi perlunya dilakukan modifikasi metode. Verifikasi juga harus dilakukan jika:
a. Terjadi pergantian instrumen analisis
b. Terjadi pergantian pereaksi yang spesifik
c. Terjadi perubahan pada pengaturan laboratorium yang dapat mempengaruhi hasil analisis
d. Metode digunakan pertama kali oleh staf baru
e. Metode telah digunakan dalam waktu yang cukup lama

Parameter Kinerja dalam Validasi Metode
Menurut Wood et al, 1998, mengadaptasi validasi metode kimia analisis dari Nordic Committee on Food Analysis sebagai prosedur NMKL No. 4, 1996, parameter yang direkomendasikan dalam validasi metode analisis adalah desain protokol validasi, penetapan selektifitas dan kurva standar, presisi yang dinyatakan sebagai ripitabilitas dan reproduksibilitas, akurasi, jangkauan kerja linear, limit deteksi, limit kuantitasi, robustness (ketahanan), evaluasi, dan dokumentasi laporan.

Mengadaptasi draft dokumen validasi EURACHEM, parameter-parameter yang direkomendasikan dalam validasi metode adalah: selektifitas, limit deteksi, limit kuantitasi, recovery, jangkauan kerja linear, akurasi serta presisi sebagai ripitabilitas dan reproduksibilitas.
Mengadaptasi Panduan Kesepahaman Validasi Metode Analisis secara In-House yang publikasikan oleh Thompson et al, 2002, parameter kinerja yang direkomendasikan adalah applicability (lingkup penetapan), selektifitas, kalibrasi dan linearitas, akurasi (trueness), presisi, limit deteksi, limit penetapan, sensitifitas, ketahanan, kesesuaian penggunaan, variasi matriks dan pengukuran ketidakpastian.
Berikut dipaparkan beberapa parameter umum yang ditentukan dalam pelaksanaan validasi metode analisis
a. Presisi
Presisi adalah derajat keterulangan suatu set hasil uji di antara hasil-hasil itu sendiri, dengan tujuan mengetahui kesalahan akibat operator. Presisi diterapkan pada pengukuran berulang yang menunjukkan hasil pengukuran individual didistribusikan di sekitar nilai rata-rata dengan mengabaikan letak nilai rata-rata terhadap nilai yang sebenarnya.
1) Uji ripitibilitas, adalah kesamaan antara pengukuran yang diulang dari contoh dengan analis, peralatan dan laboratorium yang sama pada waktu yang berdekatan. Penetapan ripitabilitas dapat dilakukan dengan analisis berulang suatu contoh oleh seorang analis, kemudian ditentukan nilai standar deviasi dan koefisien variasi contoh.
2) Uji reproduksibilitas, adalah kesamaan antara pengulangan pengukuran yang dikerjakan pada kondisi berbeda dalam hal laboratorium, analis, peralatan dan waktu. Penetapan dapat dilakukan dengan mengikuti uji banding antar laboratorium.
b. Akurasi
Akurasi merupakan kedekatan antara nilai hasil uji suatu metode analisis dengan nilai sebenarnya. Akurasi sering dinyatakan sebagai persentase perolehan kembali. Uji akurasi dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan matriks di dalam contoh uji terhadap pereaksi yang digunakan atau untuk mengetahui ketepatan metode yang digunakan.

Secara umum dikenal tiga cara yang digunakan untuk evaluasi akurasi metode uji, yaitu:
1) Uji Pungut Ulang (Recovery Test)
Uji dilakukan dengan mengerjakan pengujian di atas contoh yang diperkaya dengan jumlah kuantitatif analat yang akan ditetapkan.
2) Uji Relatif terhadap akurasi metode baku
Uji dilakukan dengan mengerjakan pengujian pararel atas contoh uji yang sama menggunakan metode uji yang sedang dievaluasi dan metode uji lain yang telah diakui sebagai metode baku.
3) Uji terhadap Standard Reference Material (SRM)
Uji terhadap SRM untuk mengevaluasi akurasi suatu metode uji dilakukan dengan menguji SRM dengan menggunakan metode uji yang sedang dievaluasi.
c. Sensitifitas
Sensitifitas dari suatu prosedur analisis merupakan perubahan besaran respon magnitude sebagai akibat perubahan konsentrasi. Dalam sebuah fungsi kalibrasi sensitivitas dinyatakan sebagai kemiringan kurva (slope). Semakin besar nilai kemiringan kurva maka dikatakan metode semakin sensitif.
d. Limit deteksi
Limit deteksi adalah jumlah analat yang memberikan respon sinyal pengukuran terendah dalam suatu derajat kepercayaan statistik yang dapat diterjemahkan sebagai indikasi terdapatnya analat dalam larutan (Wood et al, 1998). Dapat juga didefinisikan sebagai kepekatan terendah dari analat dalam contoh yang masih dapat memberikan respon sinyal signifikan tanpa dipengaruhi noise alat.
e. Limit Kuantitasi
Limit kuantitasi adalah konsentrasi analat terendah yang dapat ditetapkan dengan presisi atau ripitibilitas yang masih dapat diterima. Limit kuantitasi dapat ditetapkan dengan menganalisis secara berulang matriks contoh yang ditambah analat yang diketahui konsentrasinya untuk dapat mengetahui konsentrasi terendah yang dapat terdeteksi.
f. Jangkauan Kerja Linear
Jangkauan kerja linear merupakan kisaran konsentrasi analat yang secara eksperimen mampu memenuhi persyaratan mutu metode uji melalui penetapan presisi, akurasi dan lineritas pengujian (Wood et al, 1998). Jangkauan kerja linear menyatakan kemampuan metode uji untuk memberikan hasil yang proporsional terhadap kepekatan analat. Jangkauan kerja linear diperoleh dengan memplot nilai hasil uji terhadap kepekatan analat. Makin lebar interval jangkuan kerja linear maka metode uji makin praktis untuk digunakan.
g. Selektifitas
Selektifitas adalah kemampuan metode analisis untuk membedakan analat yang akan ditetapkan terhadap senyawaan lain yang terdapat dalam sampel (Wood et al, 1998). Selektifitas atau spesifitas suatu metode menyatakan kemampuan penetapan secara akurat dan khusus dari komponen lain yang dicurigai dapat mengganggu kondisi pengujian. Pengujian selektifitas dapat dilakukan dengan menambahkan kepekatan senyawa pengganggu dengan jumlah yang diketahui.
Validasi metode analisis memiliki persyaratan umum, persyaratan metode uji dan persyaratan peralatan
a. Umum
Laboratorium harus mampu melakukan validasi metode uji dengan menetapkan parameter-parameter analisis meliputi: akurasi, presisi, selektifitas, limit deteksi, cakupan penerapan prosedur pengujian dan pengaruh zat asing terhadap penetapan. Parameter yang akan digunakan pada suatu aplikasi tertentu ditentukan oleh analis pelaksana.
b. Metode Uji
Pemilihan metode uji dilakukan dengan terlebih dahulu melihat unjuk kerja dan kesesuaian dengan melakukan perbandingan terhadap prosedur kerja yang telah mengalami validasi.
c. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam analisis harus diperiksa kondisinya secara berkala agar selalu memberikan unjuk kerja yang memuaskan.

Validasi Metode Penetapan Kadar tiamina-HCl dalam tablet vitamin B1 secara KCKT
a. Pembuatan Larutan Buffer Fosfat 0,04M
Ditimbang 10,8872 ±0,0005 gram KH2PO4, dimasukkan ke dalam labu ukur 2000 mL, diencerkan dengan akuabides, diimpitkan pada skala tera, dihomogenkan. Ditempatkan pada botol dan diberi label yang sesuai.
b. Pembuatan Deret Standar
Larutan Deret Standar tiamina-HCl: 0 – 50 ppm. Diturunkan dari buret standar induk tiamina 100 ppm sejumlah 0 mL; 2,5 mL; 5 mL; 7,5 mL; 10 mL; 15 mL; dan 25 mL ke dalam labu ukur 50 mL, diencerkan dan diimpitkan hingga 50 mL buffer fosfat, dihomogenkan. Disaring menggunakan kertas saring millipore. Dikumpulkan filtrat pada gelas piala 100 ml, larutan standar siap dinjeksikan.
c. Persiapan contoh
Ditimbang ± 0,2000 gram contoh. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, ditambahkan larutan buffer fosfat, dikocok selama 5 menit, diimpitkan pada tanda tera, dibiarkan mengenap dan disaring dengan kertas saring Whatman 41. Pipet 5 mL filtrat ke dalam labu ukur 50 mL, diencerkan dengan buffer fosfat, diimpitkan dan dihomogenkan. Disaring menggunakan kertas saring millipore. Dikumpulkan filtrat pada gelas piala 100 ml, larutan contoh siap dinjeksikan.
d. Selektifitas
Penetapan selektifitas dilakukan dengan membandingkan kromatogram-kromatogram blanko, standar, contoh dan contoh spike.
e. Ripitabilitas
Penetapan ripitibilitas dilakukan dengan melakukan penetapan sampel sebanyak 10 kali pengulangan, dihitung nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif sampel. Ripitibilitas dinyatakan sebagai simpangan baku relatif (RSD)
e. Limit deteksi
Penetapan limit deteksi instrumen (IDL) dilakukan dengan membaca nilai area spike sampel terendah sebanyak 10 kali pengulangan. Ditetapkan nilai IDL berdasarkan 3 kali nilai simpangan baku kemudian dikonversikan sebagai konsentrasi menggunakan area standar.
Penentuan limit deteksi metode (MDL) ditentukan nilai estimasi 6 kali simpangan baku. Dikonversikan nilai area menjadi konsentrasi menggunakan kurva kalibrasi. Dibuat deret standar dengan konsentrasi 3SD, 6SD, dan 9SD kemudian dibaca nilai area pada KCKT. Ditentukan konsentrasi yang memberikan pembacaan di atas area estimasi sebagai limit deteksi metode (MDL).
f. Jangkauan Kerja Linear
Jangkauan kerja linear ditentukan dengan membuat deret standar tiamina-HCl dengan konsentrasi 5; 10; 15; 20; 30; 50; 75, 100; 150; 200; 250; 300; 400 dan 500 ppm. Disaring dengan millipore, diinjeksikan pada KCKT. Ditetapkan persamaan koefisien korelasi. Ditentukan konsentrasi maksimum yang masih memberikan nilai koefisien korelasi lebih besar dari 0,9995.
h. Pengujian Spike pada Contoh
Ditimbang ± 0,2000 gram contoh. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Ke dalam contoh ditambahkan larutan standar dengan konsentrasi 5 ppm dan 10 ppm dengan pengulangan masing-masing sebanyak 10 kali. Diambahkan larutan larutan buffer fosfat, dikocok selama 5 menit, diimpitkan hingga tanda tera. Dibiarkan mengenap dan disaring menggunakan kertas saring Whatman 41. Dipipet 5 mL filtrat ke dalam labu ukur 50 mL, diencerkan dengan larutan buffer fosfat, diimpitkan dan dihomogenkan. Diaring larutan dengan kertas saring millipore, injeksikan sebanyak 20 μL pada alat kromatografi cair kinerja tinggi. Dihitung kadar tiamina-HCl dalam sampel spike.

5.4 Hasil dan Pembahasan, Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Tiamina-HCl dalam Tablet Vitamin B1 secara KCKT (USP 26, 1814 dengan modifikasi)
Validasi metode dilakukan terhadap analat tiamina-HCl dalam tablet vitamin B1, C12H17ClN4OS.HCl, bobot molekul 337,3 gram/mol Nomor CAS 67-03-8.
5.4.1 Selektifitas
Pengujian selektifitas dilakukan terhadap penetapan tiamina-HCl secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) yang belum mengalami validasi. Uji selektifitas ini bertujuan untuk melihat keselektifan metode analisis terhadap senyawa yang ditetapkan untuk memperoleh kepastian tidak terjadinya gangguan oleh senyawa lain yang bersama-sama terdapat dalam sampel.
Metode yang selektif memberikan hasil pengukuran yang terbebas dari pengaruh matriks. Respon terpisah oleh beberapa analat yang berbeda menjadi syarat keselektifan suatu metode analisis.
Kromatogram sampel untuk penetapan tiamina secara KCKT ditampilkan pada gambar 36. Puncak sampel terdeteksi pada waktu retensi 2,968 menit. Puncak lain dalam kromatogram terdeteksi pada 4,603 menit dengan jarak pemisahan cukup jauh dari puncak sampel.
Kromatogram yang dihasilkan menunjukkan bahwa pemisahan telah dilakukan dengan baik, tanpa mengalami interferensi oleh pengotor yang berasal dari contoh ataupun dari pelarut. Puncak analat yang dihasilkan memiliki waktu retensi yang cukup stabil pada kisaran 2,967 menit. Metode cukup selektif untuk analisis tiamina-HCl dalam contoh vitamin B1.

Uji Presisi
Uji presisi dilakukan dengan mengamati parameter ripitibilitas. Uji presisi dapat ditunjukkan dengan ripitabilitas yang dinyatakan sebagai hasil presisi dibawah perlakuan yang sama. Pengujian dilakukan dengan menghitung nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif terhadap pengukuran 10 kali pembacaan sampel. Tabel 5 menampilkan data hasil pengujian sepuluh kali pengulangan kadar tiamina-HCl secara KCKT.

Tabel 5 Kadar tiamina-HCl dalam vitamin B1 tablet (KCKT)

Nilai simpangan baku pembacaan adalah 0,08 dengan simpangan baku relatif 0,64 %.

Menggunakan tabel ripitibilitas Horwitz pada kisaran pembacaan 10 %, persyaratan ripitabilitas pada 1,5 %. Dengan demikian 0,58 % < 1,5 %, dan metode penetapan memenuhi persya-ratan nilai presisi sebagai ripitibilitas.

5.4.3 Kisaran Kerja Linear
Uji kisaran kerja linear suatu metode analisis bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan linear antara konsentrasi zat dengan respon alat. Dalam hal ini diperlukan ketelitian saat preparasi contoh serta kemampuan yang baik dari alat untuk melakukan pengukuran secara tepat dan teliti
Uji Kisaran Kerja Linear dilakukan dengan membuat grafik persamaan regresi linear dengan maksud mendemonstrasikan hubungan linear antara sinyal analisis terhadap konsentrasinya. Koefisien korelasi yang disyaratkan adalah >0,9995. Kisaran kerja linear ditampilkan sebagai korelasi tabel data konsentrasi terhadap luas area.

Konsentrasi tertinggi yang masih memberikan hubungan yang linear terjadi pada konsentrasi 50 dengan koefisien korelasi 0,9999.
Limit Deteksi
Limit deteksi diperoleh dari konsentrasi terendah yang masih dapat ditetapkan dengan presisi atau ripitibilitas yang masih dapat diterima oleh kondisi pengujian.
Batas konsentrasi yang memberikan puncak yang dapat dideteksi secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) untuk peralatan yang digunakan berada pada level 0,2 ppm. Pembacaan yang dihasilkan alat dihitung nilai standar deviasinya secara statistik untuk menghasilkan nilai limit deteksi instrumen (IDL). Tabel 8 menampilkan data pengamatan penetapan limit deteksi instrumen (IDL)

Nilai IDL didapatkan untuk penetapan secara KCKT adalah 3,12 satuan area dari hasil 3 kali standar deviasi pengukuran area. Konversi ke satuan ppm menggunakan standar menghasilkan nilai 0,0064 ppm.
Estimasi 6 kali simpangan baku area ditetapkan sebagai estimasi penetapan limit deteksi metode (MDL). Nilai area yang harus didapatkan adalah 6,27 satuan area. Nilai perkiraan konsentrasi adalah 0,13 ppm. Nilai pembacaan terhadap konsentrasi menunjukkan integrasi area yang baru terjadi setelah konsentrasi standar mencapai 0,2 ppm dengan nilai 20,02 satuan area. Luas area yang dihasilkan melebihi estimasi area yang diinginkan (20,02 > 6,27). Maka limit deteksi metode (MDL) untuk penetapan ini adalah 0,20 ppm.

Akurasi
Uji akurasi dilakukan dengan proses spike terhadap sampel dan menghitung nilai perolehan kembalinya, spike dilakukan pada dua tingkat. Menggunakan metode yang sama dengan perlakuan pada metode spektrofotometri UV-Vis, secara KCKT dilakukan spike pada tingkat 2,5% dan 5,00%.

Menggunakan nilai konsentrasi analat yang ditambahkan sebagai sampel spike dalam kisaran 1% maka nilai batas recovery yang direkomendasikan adalah 92 – 105 %. Dengan demikian recovery penetapan terhadap spike 2,50% dan spike 5,00% masih memenuhi persyaratan nilai batas recovery.

 
20 Komentar

Ditulis oleh pada 2 Januari 2011 inci Instrumental Analysis

 

20 responses to “Validasi Metode Analisis dan Verifikasinya secara HPLC

  1. Raja

    15 Januari 2011 at 09:11

    Thank’s pak,
    lumayan daripada ngetik2 dari buku…
    hehe..~

     
  2. nilna

    12 Februari 2011 at 06:12

    mkasih..

     
  3. Dini

    30 November 2011 at 18:34

    Alhamdulillah saya bisa dpt pengetahuan tentang ini. Karena sudah lama saya mencarinya. Akhir nya dapat. Karena di lab saya yg diberi kesempatan untuk dapat ilmu ini hanya orang2 tertentu. Orang2 pilihan.
    Sekali lagi saya ucapkan tetima kasih. InshaAllah berguna srkali buat saya utk tugas saya di lab.
    Salam

     
  4. Zaenal Arifin

    2 Desember 2011 at 17:36

    Alhamdulillah. Berbagi ilmu berbagi pahala ya Mbak Dini… 🙂

     
  5. Raja Hasayangan S.

    9 Januari 2012 at 14:22

    Asw,.
    Wah,.ini kak Zaenal yang di lab instrument ya,.Sya Raja angk. 49. #Mungkin masih kenal,.hehehe

    Begini kak, saya mau tanya ,,tentang uji kesesuaian metode analisa suatu analat misal antara metode spektro dan hplc. Analat tersebut bisa diperiksa dengan metode spektro, telah divalidasi dan digunakan secara rutin, namun dalam kompendial resmi(USP) tercantum metode KCKT. Perlukah dilakukan uji kesesuaian antar metode tersebut?

    Mohon pencerahannya.

    Terima kasih sebelumnya.

     
    • Zaenal Arifin

      10 Januari 2012 at 14:03

      Wa Asl. Iya masih ingat… 🙂
      Satu pertanyaan dulu, metode yang digunakan untuk kedua instrumen ini berbeda atau sama?
      Raja pastinya paham ada perbedaan mendasar antara spektrofotometer dengan HPLC. Misalnya seperti ini, pengaruh pH di spektrofotometer tidak sebesar pengaruh pH di HPLC, antara lain karena column punya range kerja tertentu dan selektifitas HPLC yang sangat baik juga menjadi kelemahannya. Komponen yang secara spektrofotometri cuma terbaca satu, di HPLC jika terjadi perubahan bentuk (ionisasi, hidrolisis) akan menyebabkan beberapa peak atau peak tidak sempurna.
      Ada satu hal yang menarik di USP misalnya. Saya pernah menemukan metode analisis yang mensyaratkan spektrofotometri untuk analisis disolusi tetapi meminta HPLC untuk kemurnian. Dengan anggapan HPLC lebih baik, kita coba melakukan keduanya secara KCKT. Hasilnya bisa diramalkan, terbentuk beberapa peak. Ini mungkin karena perubahan bentuk komponen pada suasana asam. Pembacaan secara KCKT kemudian menjadi tidak layak diinterpretasikan.
      Kalo metodenya beda dan masing-masing punya acuan official, harusnya layak digunakan untuk analisis rutin. Tapi ada juga perusahaan yang ketat terhadap metode dan tidak memperbolehkan modifikasi dengan alasan apapun. Kalo metodenya sama tetapi dimodifikasi, berarti harus dilakukan dulu uji kesesuaian. Kalo pembanding awalnya HPLC, berarti minimal ada parameter selektifitas, akurasi dan presisinya… 🙂

       
  6. Raja Hasayangan S.

    11 Januari 2012 at 10:06

    Iya, betul kak setiap metode pasti ada perbedaan karena berbeda prinsipnya.

    Di tempat saya begini kak, untuk metode pemeriksaan assay/ kadar di develop menggunakan spektro dan telah divalidasi secara in house sesuai dengan parameter2 validasi (spesifisitas, akurasi, presisi, linearitas, dll) dan dinyatakan valid serta digunakan untuk analisa rutin.

    Namun dikarenakan metode yang tercantum di USP adalah HPLC, diminta uji kesesuaian metode antara metode spektro yg kita develop dengan metode HPLC dari USP. Apakah perlu dilakukan uji kesesuaian metode tsb?
    Dan satu lagi ka, parameter apa yang menunjukkan metode tersebut dinyatakan sesuai?Cukup presisi saja atau ada parameter lain?

    Maaf nih jadi banyak nanya,, n_n

     
  7. Zaenal Arifin

    11 Januari 2012 at 11:11

    Kalo dilihat dari konsep standarisasi lab dari ISO, seandainya metode sudah divalidasi dan dinyatakan valid, harusnya itu cukup untuk menyatakan hasil analisis yang mampu telusur. Tentang uji kesesuaian, jika sudah ada spesifitas, akurasi dan presisi yang masuk ke daerah validitas metode, itu sudah cukup untuk menyatakan metode-nya sesuai. Seandainya masih memerlukan bukti statistik, mungkin Raja bisa coba lakukan terhadap data yang dihasilkan dari kedua metode Uji t-student. Dari sana bisa dibuktikan secara statistik apakah hasil penetapan berbeda nyata atau tidak… 🙂

     
  8. Raja Hasayangan S.

    11 Januari 2012 at 15:06

    Iya ka saya juga sudah melakukan uji t dan uji F,.harusnya sih memang sudah bisa membuktikan kedua metode itu sesuai.

    Baiklah kalo begitu.

    Terima kasih kak Zaenal buat sharenya,.n_n

     
  9. Zaenal Arifin

    11 Januari 2012 at 16:08

    Iya Raja, kembali kasih. Thanks juga buat experience sharing-nya… 🙂

     
  10. mey c.a.

    19 Januari 2012 at 08:14

    Halo bapak zaenal ,saya seorang laboran mengerjakan sampel vitamin B1 menggunakan HPLC…
    kesulitan saya disini bhwa puncak vitamin B1 selalu berubah waktu retensi setiap penginjekan dan saat membuat deret standar sulit sekali untuk linear dikarenakan puncak vit.B1 tidak stabil…

    mohon jalan keluarnya.terimakasih

     
  11. Zaenal Arifin

    19 Januari 2012 at 09:57

    Halo juga Bu Mey. Lab pembelajaran kami menetapkan kadar tiamin dalam tablet vitamin B1 dengan mengadaptasi USP untuk vitamin tablet vitamin B1 kompresi, hasilnya menurut parameter akurasi, presisi dan selektitifitas memenuhi persyaratan. Yang harus diperhatikan disini adalah thiamin, biasanya terdapat sebagai garam klorida (thiamin-HCl berikatan secara kovalen koordinat) yang mudah dipecah. Apabila ini terjadi dalam sampel akan terdapat tiamin dan tiamin-HCl yang akan ditampilkan sebagai dua peak yang berbeda walaupun tidak terpisah (doublet). Fasa gerak yang digunakan harus mampu mencegah pengubahan bentuk ini. Kami menggunakan buffer garam KH2PO4 pH 4.5, sampel serta standar juga dilarutkan dalam buffer tersebut.
    Kami mendapatkan kurva yang stabil dengan kisaran akurasi diatas 92% (cukup menurut Horwitz) dan kurva kalibrasi yang masih linear sampai kisaran 200 ppm. Kolom yang digunakan RP C18 panjang 300 mm kelas microbore. Fasa gerak akhir adalah campuran buffer fosfat: metanol = 45:55 dengan kecepatan alir 1 mL/menit dan volum loop sampler 20 mikroliter…. 🙂

     
  12. Zaenal Arifin

    19 Januari 2012 at 10:03

    Ada sedikit catatan. Karena tiamin ini tidak stabil, bahkan di pemeriannya dinyatakan bisa dirusak oleh cahaya dan mudah teroksidasi. Sebaiknya pengerjaan dilakukan secara cepat. Seluruh pereaksi dibuat fresh untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Penggunaan buffer sebagai fasa gerak memerlukan proses pencucian yang baik setelah analisis untuk mencegah sumbatan di kolom atau jalur pipa di HPLC-nya.
    Lab kami menggunakan LC Agilent 1100 dengan detektor VWD dan memberikan limit deteksi pada 0,2 ppm tiamin-HCl.

     
  13. Nilam

    26 Januari 2012 at 14:59

    Aswb

    Dear Pak Zaenal..boleh minta alamat email untuk share lebih banyak by email ? kebetulan saya bekerja di salah satu industri farmasi dan banyak berkaitan dengan instrumen termasuk spektrofotometri dan HPLC. Mungkin ada keterbatasan kalau share di blog ini.
    Mohon kesediaan untuk membantu.
    Regards.
    Nilam

     
  14. Zaenal Arifin

    27 Januari 2012 at 06:57

    Dear Mbak Nilam. Silahkan adja Mbak Nilam. Saya bisa dihubungi di zonazaenal@gmail.com atau di zaenalarifin@smakbo.sch.id. Tapi yang disinkronisasi di Android cuma zonazaenal@gmail.com Senang jika bisa membantu… 🙂

     
  15. Lissa

    3 Maret 2012 at 11:54

    Haloo Pak Zaenal… Saya Lisa seorang laboran kosmetik.. maaf saya tanya tentang uji kosmetik ya pak….
    saya mau tanya tentang selektifisitas senyawa, bagaimana cara mendapatkan bahwa metode ini sudah memenuhi syarat selektifisitas.. apakah memang harus selalu memakai baku internal?? bagaimana memilih baku internalnya?? misalnya saya mau identifikasi senyawa asam retinoat (tretinoin)…. terima kasih sebelumnya pak…

     
  16. Zaenal Arifin

    4 Maret 2012 at 10:08

    Haloo juga Mbak Lisa. Uji selektifitas di HPLC bisa mengacu pada nilai resolusi yang dihasilkan dari kromatogram. Batasan minimalnya 1.5, artinya peak analit yang kita inginkan sudah terpisah dengan baik dari peak lain yang terdapat pada kromatogram. Ada metode yang lebih baik. Jika HPLC di tempat kerja dilengkapi dengan Diode Array Detektor (DAD), Mbak Lisa bisa menguji profil 3D dari kromatogram yang dihasilkan. Apakah benar tidak terjadi tumpang tindih antara satu senyawa dengan yang lainnya. Detektor ini membaca simultan di beberapa panjang gelombang. Seandainya profil kromatogram 3D-nya tidak membentuk kurva Gauss, misalnya terlihat ada dua puncak, berarti Mbak Lisa harus melakukan lagi optimasi fasa gerak atau mungkin mengubah jenis kolom dengan yang lebih baik.
    Untuk Uji asam retinoat (vitamin A kah targetnya?) saya sarankan Mbak terlebih dahulu melakukan pemisahan menggunakan proses penyabunan dan ekstraksi. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan pengganggu. Tentang internal standar, andai memang tidak tersedia, cukup digunakan standar eksternalnya.
    Saya pernah menetapkan retinol, menggunakan standar retinol asetat, melewati proses penyabunan dan ekstraksi untuk sampel makanan dan agriculture, tetapi belum pernah untuk sampel farmasi. Kolom yang digunakan adalah mikro porasil (kolom polar, fase diam silika) dengan fase gerak campuran heksan dan kloroform jenuh air. Hasilnya sangat baik, hanya terdapat 1 peak Na-retinoat (karena telah mengalami penyabunan)… 🙂

     
    • Zaenal Arifin

      4 Maret 2012 at 10:19

      Ada tambahan tentang baku internal. Perusahaan farmasi biasanya menerapkan GMP yang sangat baik. Penggunaan baku internal seringkali tidak bisa ditawar. Yang paling mudah, rujuklah ke metode official, misalnya USP, AOAC atau APHA lakukan validasi metode dan kalo hasilnya dapat terima, bisa digunakan untuk analisis rutin. Baku internal haruslah stabil dalam fasa gerak (tahan terhadap perubahan komposisi dan tekanan tinggi), memiliki kemiripan sifat kimia fisik dengan analit, retention time berdekatan dengan analit tapi tidak bertumpuk, dan memiliki respon detektor yang cukup baik… 🙂

       

Tinggalkan Balasan ke Zaenal Arifin Batalkan balasan